Jadwal tahapan penandatangan Kontrak pengadaan langsung tercatat 22 Agustus–12 September 2025, namun pekerjaan di lapangan nyaris rampung. Minim APD, diduga abaikan spesifikasi teknis, dan lemahnya pengawasan menimbulkan kecurigaan adanya dugaan praktik Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.
Kab.Tangerang ; Di Kampung Bengkanang RT.01/02 Desa Onyam, Kecamatan Gunung Kaler Kabupaten Tangerang Provinsi Banten, dimana pemandangan di lokasi proyek Pemeliharaan Paving Block tampak terlihat rampung hampir tidak ada aktivitas berat, seolah pekerjaan sudah mencapai tahap akhir. Ironisnya, jadwal tahapan penandatangan kontrak proyek itu tanggal 22 Agustus–12 September 2025 dengan nilai Rp99.787.648 (sembilan puluh sembilan juta tujuh ratus delapan puluh tujuh ribu enam ratus empat puluh delapan rupiah) yang bersumber dari APBD Kabupaten Tangerang.

Kontradiksi antara catatan administrasi dan kondisi lapangan inilah yang menjadi benang merah laporan ini: apakah proyek ini benar-benar dijalankan sesuai aturan, atau ada praktik yang menyalahi prosedur yang menguntungkan pihak-pihak tertentu?

Adanya dugaan Jejak waktu yang janggal
Pengadaan proyek melalui mekanisme Pengadaan Langsung (PL) di tingkat kecamatan memiliki tujuan efisiensi untuk paket kecil. Namun mekanisme ini juga rentan bila pengawasan lemah dan transparansi minim. Fakta bahwa progres pekerjaan sudah hampir 100 persen pada tanggal pengamatan (14 September 2025) menimbulkan setidaknya tiga pertanyaan krusial:
1. Mengapa progres fisik jauh melampaui periode kontrak yang baru saja dimulai?
2. Apakah terdapat pekerjaan pra-kontrak yang tidak tercatat secara resmi?
3. Siapa yang menjadi pengawas teknis dan mengapa fungsi pengawasan tampak tidak berjalan?
Pelbagai dugaan indikasi penyimpangan
Hasil observasi dan wawancara singkat dengan pemerhati lokal mengungkap beberapa masalah yang bukan sekadar kelalaian teknis:
Dugaan Minimnya pemenuhan K3 , pekerja terlihat bekerja tanpa Alat Pelindung Diri (APD) yang memadai, pelanggaran yang berisiko bagi keselamatan.
Kemungkinan adanya dugaan pelanggaran spesifikasi teknis, ada dugaan indikasi bahan atau metode kerja tidak sesuai dokumen lelang dan spesifikasi yang seharusnya dipatuhi.
Percepatan pekerjaan yang mencurigakan, penyelesaian yang dipercepat bisa menjadi cara menutupi kualitas buruk atau untuk mempercepat pencairan anggaran.
Menurut Ahmad, pemerhati pembangunan lokal, fungsi pengawasan adalah “penting untuk memastikan kualitas pekerjaan, kepatuhan terhadap standar, mengendalikan biaya dan mencegah penyimpangan” keterangan yang menegaskan bahwa minimnya pengawasan membuka celah bagi penyalahgunaan anggaran.
Mekanisme KKN yang mungkin terjadi
Bila diletakkan di dalam pola umum maladministrasi proyek publik, kombinasi pengadaan langsung + pengawasan lemah + percepatan pekerjaan bisa mengindikasikan beberapa modus:
Pekerjaan fiktif atau substansi rendah: volume fisik terpenuhi di permukaan tetapi kualitas/material menurun.
Pra-pelaksanaan tanpa dokumen: pekerjaan dimulai sebelum kontrak efektif, sehingga administrasi “digambar” belakangan.
Kolusi antara kontraktor dan pengawas: pengawas teknis yang “pasif” memungkinkan pemalsuan laporan progres.
Nepotisme dalam penunjukan pemenang: pilihan kontraktor diduga tidak murni berdasarkan kompetisi atau standar kualifikasi.
Penting dicatat: semua ini adalah indikasi yang layak diselidiki, bukan putusan hukum. Tetapi indikasi tersebut cukup kuat untuk menuntut pemeriksaan administratif dan audit forensik atas berkas kontrak, Rencana Anggaran Biaya (RAB), bukti pembelian material, serta bukti serah terima pekerjaan.
Kegagapan pemerintahan lokal
Kasus ini menunjukkan masalah struktural: pengadaan langsung memang dirancang cepat, tetapi tanpa transparansi dan pengawasan independen, ia justru menjadi jalur pintas bagi penyimpangan. Fungsi Inspektorat Kabupaten, pengawas teknis proyek, serta unsur pengadaan di tingkat kecamatan harus menjelaskan: siapa menandatangani, bagaimana tahapan verifikasi progres, dan mengapa pembayaran bisa diterbitkan bila bukti fisik dan administratif saling bertentangan.
Upaya konfirmasi dan respons
Hingga berita ini disusun, upaya meminta klarifikasi kepada Direktur CV. Sarana Cipta Bangunan, pengawas teknis proyek, dan instansi terkait belum membuahkan tanggapan. Kekosongan jawaban ini menambah urgensi audit publik: ketidakresponsifan bukan alasan untuk menunda pemeriksaan.
Rekomendasi singkat untuk tindak lanjut
Agar publik mendapat kepastian, langkah-langkah minimal yang harus ditempuh:
1. Buka dokumen kontrak dan RAB ke publik (transparansi).
2. Audit administrasi dan fisik oleh Inspektorat Kabupaten atau BPKP/BPK setempat untuk membandingkan volume kerja dan kualitas material.
3. Periksa bukti pembayaran dan sumber aliran dana; jika ada celah, serahkan ke aparat penegak hukum.
4. Evaluasi pengadaan langsung: untuk paket serupa, tingkatkan standarisasi dan pengawasan independen.
Penutup
Proyek kecil bernilai kurang dari Rp100 juta ini bukan masalah nominal semata. Ia adalah contoh skala kecil yang, jika dibiarkan akan menggerogoti kepercayaan publik terhadap pengelolaan APBD. Ketika masih dalam jadwal tahapan penandatangan kontrak dan pekerjaan nyaris selesai, masyarakat berhak meminta jawaban: apakah itu keberhasilan birokrasi atau kambing hitam dari mekanisme yang disalahgunakan? Pemerintah daerah berkewajiban menjelaskan, bukan menunggu teriakan publik.
Catatan redaksi: Data dan temuan awal dalam laporan ini diperoleh dari pemantauan lapangan dan informasi yang dihimpun Volunteernews.co.id pada 13 dan 14 September 2025.












