Jakarta ; Direktorat Tindak Pidana PPA dan PPO Bareskrim Polri berhasil mengungkap jaringan internasional Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dengan modus perekrutan pekerja migran ilegal. Para korban dijanjikan pekerjaan di Uni Emirat Arab, namun faktanya justru dikirim secara ilegal ke Myanmar untuk bekerja sebagai admin kripto di bawah tekanan dan eksploitasi.
Pengungkapan kasus ini bermula dari proses repatriasi sejumlah Warga Negara Indonesia (WNI) dari Myanmar pada Maret 2025 lalu. Penyelidikan lebih lanjut mengungkap bahwa korban awalnya direkrut di Indonesia dengan janji kerja formal dan bergaji tinggi di Timur Tengah. Namun alih-alih diberangkatkan ke UEA, korban justru diterbangkan ke Thailand dan kemudian diselundupkan ke kawasan Myawaddy, Myanmar.

“Korban dijanjikan pekerjaan sebagai admin kripto dengan gaji 26.000 Baht per bulan. Tetapi kenyataannya, mereka dieksploitasi secara tidak manusiawi, dan hak-hak mereka tidak diberikan sebagaimana dijanjikan,” ujar Direktur PPA dan PPO Bareskrim Polri, Brigjen. Pol. Dr. Nurul Azizah, dalam konferensi pers, Senin (14/7/2025).
Brigjen Nurul menyebutkan, pelaku bahkan memfasilitasi seluruh tahapan perekrutan, mulai dari pembuatan paspor, wawancara kerja via video call WhatsApp, hingga pembelian tiket dari Pangkal Pinang menuju Bandara Soekarno-Hatta. Biaya akomodasi dan perjalanan ke Myanmar sepenuhnya ditanggung jaringan pelaku.
Polri berhasil menangkap satu tersangka berinisial HR di Jakarta pada 20 Maret 2025. HR diketahui berperan sebagai perekrut dan pengirim korban ke luar negeri. Dari hasil pemeriksaan, polisi juga menetapkan tersangka lain berinisial IR yang kini masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) sejak 24 Juni 2025.
“IR bertanggung jawab dalam pengaturan akomodasi, tiket perjalanan, dan pengantaran korban hingga ke Myanmar. DPO telah kami terbitkan dan telah disebarluaskan ke seluruh jajaran kewilayahan untuk dilakukan tindakan hukum,” lanjut Brigjen Nurul.
Dari pengungkapan ini, sejumlah barang bukti berhasil diamankan, antara lain:
Enam buah paspor, dua unit telepon genggam, dua bundel rekening koran, satu unit laptop, tiga bundel manifes penumpang pesawat.
Tersangka HR dijadwalkan akan dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Bangka, Provinsi Bangka Belitung, pada Senin (14/7/2025) untuk proses hukum lebih lanjut.
Dalam pengusutan kasus ini, Polri juga bekerja sama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk melacak aliran dana yang digunakan dalam operasi jaringan TPPO tersebut. Selain itu, koordinasi dengan Kementerian Luar Negeri dan Divisi Hubinter Polri terus dilakukan guna mengungkap keterlibatan pihak-pihak di luar negeri.
“Kasus ini menjadi pengingat bagi masyarakat agar tidak mudah tergiur janji pekerjaan bergaji besar yang ditawarkan secara informal dan tanpa kejelasan legalitas. Modus pelaku TPPO terus berkembang, dan kami akan terus melakukan tindakan tegas terhadap jaringan eksploitasi manusia ini,” tegas Brigjen Pol. Nurul Azizah.
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat Pasal 4 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara dan denda hingga Rp600 juta. Selain itu, dikenakan pula Pasal 81 UU No. 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Ditempat terpisah Syamsul Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Relawan Kemanusia Perlindungan Korban Perdagangan Orang (RKPPO) mengapresiasi atas kinerja dan keberhasilan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dalam mengungkap jaringan internasional pelaku Tindak Pidana Perdagangan orang (TPPO) dengan modus penempatan Pekerja Migran Indonesia (PMI) secara ilegal
” Kami sangat mengapresiasi atas kinerja dan keberhasilan Polri dalam mengungkap jaringan internasional Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dengan modus penempatan Pekerja Migran Indonesia (PMI) secara ilegal ‘ ucapnya












