Hukum dan Kriminal

Benturan di Jawilan Kab.Serang : Lingkungan Rusak, Wartawan Babak Belur

110
×

Benturan di Jawilan Kab.Serang : Lingkungan Rusak, Wartawan Babak Belur

Sebarkan artikel ini
Benturan di Jawilan : Lingkungan Rusak, Wartawan Babak Belur

Kab.Serang ; Siang itu, Kamis 21 Agustus 2025, halaman PT Genesis Regeneration Smelting (GRS) di Desa Cemplang, Kecamatan Jawilan, Serang, berubah menjadi arena kericuhan. Rombongan tim Gakkum Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) yang datang untuk menutup operasional pabrik pengolahan timah, tak hanya berhadapan dengan pintu gerbang perusahaan. Mereka justru berhadapan dengan pukulan dan tendangan.

Benturan di Jawilan : Lingkungan Rusak, Wartawan Babak Belur

Seorang wartawan dan staf Humas KLH terkapar setelah dikeroyok sejumlah orang. Kamera terjatuh. Catatan liputan berubah jadi catatan medis.

Segel yang Tak Sakral Lagi

Peristiwa itu berakar dari sengketa panjang. Dua tahun lalu, 2023, tim Gakkum KLH melayangkan peringatan kepada PT GRS karena dugaan pencemaran lingkungan. Februari 2025, segel dipasang untuk menghentikan operasi. Namun, garis kuning itu hanya bertahan sejenak. Perusahaan melepasnya, lalu kembali berproduksi seolah tak ada larangan.

Deputy Gakkum KLH Irjen Rizal Irawan pun memimpin tim untuk kembali melakukan penutupan. Tapi kedatangan aparat negara itu justru berakhir benturan fisik.

Dari Pabrik ke Mapolres

Polres Serang bergerak cepat. Dari 15 orang yang diperiksa, enam ditetapkan sebagai tersangka. Mereka terdiri dari oknum anggota ormas, oknum sekuriti, karyawan perusahaan, dan seorang oknum anggota Brimob.

Kapolres Serang AKBP Condro Sasongko menjelaskan peran mereka secara rinci. KA alias Kipli, anggota ormas, bersama BM alias Bongkol dan AR memiting serta memukul Anton. Dua karyawan lain, SI alias Ipoy dan AJ alias Mika, menyerang wartawan. Sementara Briptu TR, oknum anggota Brimob, terbukti ikut melayangkan pukulan dan kini ditahan oleh Propam.

“Tidak ada kompromi. Semua pelaku ditindak tegas,” ujar Kapolres dalam konferensi pers, Senin (25/8).

Para tersangka dijerat Pasal 170 KUHP dengan ancaman hukuman lima tahun enam bulan penjara.

Luka Demokrasi

Kasus ini tak sekadar perkara pidana. Ia menyingkap betapa rapuhnya perlindungan bagi jurnalis di lapangan. Kekerasan terhadap wartawan masih mudah terjadi, bahkan di tengah agenda resmi penegakan hukum.

Bagi jurnalis yang dipukul, luka fisik bisa sembuh. Tapi luka batin, rasa takut, rasa tak aman bisa membekas lebih lama.

“Wartawan bekerja untuk publik, bukan untuk dipukuli,” kata seorang aktivis pers yang mengawal kasus ini.

Ujian Penegakan Hukum

Di balik semua itu, persoalan utama tetap tak boleh hilang, dugaan pencemaran lingkungan oleh PT GRS. Segel yang dilepas, operasi yang kembali berjalan, menandai lemahnya kepatuhan industri terhadap aturan. Insiden pengeroyokan justru menambah noda hitam dalam catatan perusahaan.

Kini, publik menunggu, apakah penegakan hukum bisa benar-benar berjalan? Bukan hanya pada mereka yang melayangkan tinju, tetapi juga pada korporasi yang melepas segel.

Karena sejatinya, tragedi di halaman pabrik itu bukan sekadar soal pengeroyokan. Ia adalah soal bagaimana hukum dan kebenaran dipertaruhkan di hadapan publik, di hadapan lingkungan, dan di hadapan demokrasi itu sendiri.